Al-Quran dan Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam

1. Al-Qur’an
Secara etimologis, Al-quran adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a (ق رأ ) se-wazan dengan kata fu’lan (ف علأن ), artinya: bacaan; berbicara tentang apa yang ditulis padanya; atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata ق ران berarti م قرؤ , yaitu isim maf’ul objek dari kata ق رأ [1]. Hal ini sesuai dengan firman allah dalam surat Al-Qiyamah (75): 17, yang artinya : “sesungguhnya tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai ) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.” Sedangkan secara terminologi, menurut Ali Ash-Shabuni, pengertian al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi atau Rasul-Nya yang penghabisan dengan perantaraan Malaikat Jibril yang ditulis pada mushaf-mushaf, dinukilkan kepada kita secara mutawatir, membacanya adalah ibadah, dimulai dengan Surah al-Fatihah dan diakhiri dengan Surah An-Nas.[2]
Dari pengertian Al-Qur’an di atas, secara umum Al-Qur’an adalah wahyu atau firman Allah swt yang diturunkan kepada Rasulullah saw melalui perantaraan malaikat Jibril dengan menggunakan bahasa Arab, untuk pedoman bagi umat manusia, yang merupakan mukjizat Nabi Muhammad saw yang terbesar, dinukilkan kepada kita secara mutawatir dan dinilai ibadah bagi yang membacanya.
a. Kehujjahan Al-Quran menurut pandangan Madzahibul Arba’ah
Tidak dibenarkan seorang mujtahid menggunakan dalil lain sebagai hujjah sebelum meneliti ayat-ayat al-Qur’an. Pernyataan ini disepakati oleh seluruh ulama yang menyatakan al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam. Berikut pandangan para ulama mengenai kehujjahan Al-Qur’an[3] :
1. Pandangan Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sepakat dengan Jumhur Ulama’ bahwa Al quran merupakan sumber hukum islam, namun menurut sebagian besar Ulama’ Imam Abu Hanifah berbeda pendapat dengan Jumhur Ulama’ mengenai Al quran itu mencakup lafadz dan maknanya.
Diantara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah berpendapat Al quran hanya maknanya saja adalah ia membolehkan sholat dengan menggunakan bahasa selain arab, misalnya bahasa persi walaupun tidak dalam keadaan darurat.
2. Pandangan Imam Malik
Menurut Imam Malik hakikat Al quran adalah kalam Allah yang lafadz dan maknanya dari Allah SWT. dan bukan makhluq karena kalam Allah adalah sifat Allah, sifat Allah tidak di katakana makhluq, bahkan ia memberikan predikat kafir zindiq terhadap orang yang
mengatakan itu makhluq, dengan demikian dalam hal ini Imam Malik mengikuti Ulama’ salaf (shohabat dan tabi’in) yang membatasi pembahasan Al quran sesempit mungkin karena mereka khawatir melakukan kebohongan terhadap Allah, dan ia pun mengikuti jejak tabi’in dalam cara menggunakan ro’yu.
Lihat Selengkapnya..
0 komentar:
Posting Komentar